Assalamu'alaikum.... Selamat datang...

Selasa, 07 Juni 2011

Jamku Sayang Jamku Malang

Teringat beberapa hari yang lalu, satu kejadian yang cukup menguji hati ini. Sebetulnya, hal yang bisa dirasakan secara melankolis, tapi bisa juga dianggap biasa saja. Tergantung mau disikapi seperti apa. Apaan, sih? Begini kisahnya....

Siang itu, sekitar jam 12.30 aku harus menjemput Adila ke sekolah. Karena ada paket yang mesti dikirim, kusempatkan untuk mampir dulu ke agen JNE terdekat. Setelah kelar urusan kirim mengirim paket, segera kuberniat meluncur ke sekolah Adila. Di parkiran, sempat kutengok jam yang masih menunjuk pukul 12.40. Waktu yang cukup panjang untuk menunggu Adila keluar kelas. Tapi biarlah, langsung saja kutarik gas dan segera berangkat menuju SDIT Al Ishmah, tempat anakku mencari ilmu.

Sampai di depan sekolahan, terlihat masih agak sepi. Biasanya barisan penjemput sudah berjejalan di depan gerbang sekolah. Tapi waktu itu belum banyak orang. Kutengok lengan kiriku, tempat biasa jam tanganku bertengger. Wak-wak-wawwww...... itu jam ke mana, ya? tengak-tengok, kulihat ke tanah, ke belakang motor, nggak kelihatan juga. Kubuka tas dan kulihat jam di hape. Masih 15 menit lagi Adila keluar. Mmmm... masih ada waktu, pikirku.

Kususuri lagi jalanan yang kulewati tadi. Sambil bermotor pelan-pelan, kupelototin bagian jalan sebelah kanan, meski kumelintas di badan jalan sebelah kiri. Kok nggak ada juga, ya? Terus... kususuri jalanan. Sambil pikiran melayang, mengingat bahwa jam itu adalah hadiah dari Abah, yang dibeli dengan perjuangan demi memberikan cinderamata untuk istrinya ini. Ada rasa bersalah menyusup ke relung hati. Maafin aku, Bah... Kurang cermat menjaga amanahmu. Itu jam kan dibeli sebagai tanda cinta, katanya. Udah bentuknya lope-lope (minjem istilah Adila), bertabur mata kaca (bukan kaca mata, bukan pula bertahtakan berlian. hehehe....) di seputar bentuk love-nya. Bukan pada seberapa nilai materinya, tapi apa yang melandasi pemberiannyalah yang berusaha kuhargai.

Sampai di depan parkiran JNE, tempat dimana kusadari jam itu masih bisa kulihat terakhir kalinya, tak juga kutemukan. Waduh, jatuh dimana, sih? Apa ada yang nemu, ya? Habis, jam itu kalau dilihat juga cantik, sih. Menurutku, nih, ya... Hmmm... mungkin karena aku menyusurinya dari jalan yang berseberangan, jadi bisa aja cuma nggak kelihatan. Eh, tapi ada tukang gado-gado, nih. Daripada dikira bolak-balik nggak ada maksud, kupesan aja gado-gado. Sambil nungguin pesanan, kupikirkan kira-kira apa yang harus kulakukan untuk menemukan jam cantik itu.

Tak lama kemuadian, gado-gado selesai dan pelan-pelan kujalankan motor dengan menempuh rute yang sama untuk menuju sekolah Adila, lagi. Dan baru aja keluar dari komplek ruko tempatku beranjak, kulihat ada benda mengkilap tergeletak di depan sana. Deg..... mungkin itu dia.... Kupelankan motor sambil terus mengamati kilapan benda yang terkena sinar matahari itu. Dan.... begitu kumelintasinya..... hiks.... benar... itu jam tanganku.... tapi bentuknya.... ya ampun.... sudah terputus-putus, tercerai berai dan kacanya pecah berantakan. Ada keinginan untuk berhenti, memungutnya, memfotonya, atau apalah, untuk paling tidak menyampaikan selamat tinggal dan salam perpisahan dengannya. Tapi, entah mengapa, tangan ini tetap saja menarik gas dan terus berlalu semakin jauh. Meski sempat juga kepala ini menengok untuk sekedar memastikan bahwa benda itu memang sudah hancur.

Sekilas lalu, ada yang berbicara di hati ini. Letakkanlah segala sesuatu pada tempatnya. Jam tangan, hanyalah sebuah benda yang pantas diletakkan di tangan saja. Tak perlu kau letakkan ia di hatimu. Berlalulah, dan tunaikan tugasmu untuk membawa anakmu pulang dengan selamat. Ya... meski ada rasa sedikit melo di hati ini, tapi lambat laun kudengarkan juga suara hati itu untuk berusaha menyikapinya dengan biasa saja. Ya, benda itu memang tak lagi berada di tangan ini. Tapi kenangan akan wujud perhatian yang diberikan suamikulah yang akan tetap ada di hatiku. Terima kasih, Abah.... Terima kasih juga telah memaklumi kejadian ini.

Dan alhamdulillah, beberapa hari kemudian mendapatkan ganti yang wujudnya nggak terlalu jauh beda dengan yang lalu. Ya, sekedar sebuah alat penunjuk waktu. Seperti biasa, gratisan.... Tapi, meskipun sama-sama gratis, yang membedakan jam yang satu ini adalah merupakan hasil sebuah pencapaian. It's OK, lah. Nice enough, kok....

Tidak ada komentar:

.