Assalamu'alaikum.... Selamat datang...

Minggu, 27 Maret 2011

MY LUCKY DAY

Kemarin, Sabtu, tanggal 26 Maret 2011 benar-benar merupakan hari yang penuh dengan keberuntungan bagiku. Bagaimana tidak, sederetan hal yang membahagiakan telah Allah berikan padaku dengan tanpa jeda dan tanpa syarat.

Awalnya, sejak pagi menjelang subuh, karena hari itu akan ada rihlah dari kantor abah, Pustaka Al Kautsar, bersama keluarga karyawan, maka kami perlu bersiap dari pagi supaya tidak terlambat. Namun, sehari sebelumnya sempat agak bingung karena Adila seharusnya mengikuti kegiatan dari sekolah, yakni berenang sebagai syarat mendapatkan nilai olahraga untuk tengah semester ini. Agak berspekulasi juga, sih, boleh bolos, nggak, ya... Akhirnya pagi-pagi jam 06.00 SMS ke wali kelas mohon ijin karena Adila akan ikut kami ke acara kantor abahnya. Alhamdulillah, Bu Guru mengijinkan dengan senang hati.. Terima kasih, Bu Isrin..... Itu letak keberuntungan di pagi hari. Tentu saja selain dibangunkan dalam keadaan sehat wal afiat dan segudang kenikmatan lainnya. Alhamdulillah...

Ketika akan berangkat, berhubung tujuan rihlah ke Mekarsari, sebuah tempat wisata yang cukup dekat dengan rumah, maka kami menunggu rombongan di jalan dekat rumah. Baru saja kami turun dari taxi (meskipun cuma deket banget, mau ngojek kok ya bawa 6 orang plus tas di masing-masing punggung membawa persiapan untuk berenang, ternyata biayanya sama dengan naik taxi, ya mendingan nyetop taxi aja), bus yang membawa rombongan rihlah pas lewat di depan tempat kami. Alhamdulillah.... Udah nggak pake nunggu, dan juga nggak ketinggalan... Beruntung banget, kan...

Sampai di tempat, tujuan pertamanya adalah wahana air atau yang dikasih nama Mekarsari Water Park. Anak-anak yang memang demen banget main air, langsung menghambur kegirangan ngelihat kinclongnya air kolam yang berkilauan diterpa mentari pagi.


Satu hal yang cukup berkesan bagi kami para pengunjung wahana adalah akses yang harus kami tempuh menuju Water Park adalah dua jembatan panjang yang melintasi danau buatan yang cukup besar itu. Awalnya ketika melihat jembatan dan orang-orang yang melintas di atasnya bergoyang-goyang, kupikir itu memang disengaja oleh anak-anak atau orang-orang yang melaluinya. Ternyata, setelah kami melintasinya sendiri, wow.... ada sensasi geli, karena enjut-enjutan dan ada yang bilang pusing karena jembatan bergoyang semakin kencang ke kanan dan ke kiri. Setelah sampai di ujung jembatan, bahkan ketika sudah mencapai daratan pun rasanya kok tanahnya masih bergoyang-goyang. kami sempat geli juga melihat orang-orang bereaksi yang kurang lebih sama. Ada seorang ibu yang masih sempoyongan ketika berjalan di atas tanah. hehehe... puyeng kayaknya itu ibuk.

Setelah puas menikmati permainan air, saatnya kami berpindah tempat ke area tanah lapang yang sudah disiapkan tenda peneduh untuk makan siang. Ketinggalan rombongan, ternyata. orang-orang sudah pada hampir selesai makan, kami baru sampai. Tapi nggak ngsruh, sih... kami makan dengan cukup cepat juga. jadi nggak ketinggalan amat ama rombongan. maklum, laperrrr...... Seusai makan dan shalat, ada pembagian doorprise oleh panitia. Eh, lagi sibuk ngurus anak yang kesana kemari, ternyata nama abah dipanggil. karena nggak ngeh, abah malah bingung. Eh, ternyata nama abah keluar sebagai penerima hadiah. Alhamdulillah.... dapetnya ini, nih... Kipas angin Maspion. Abah langsung seneng banget. Habis, kipas angin di kamar udah rusak dan belum beli ganti, malah dapet gratis. ^_^

Hmmm.... setelah dihitung-hitung, masih banyak anugrah yang Allah berikan, tapi sampai kapan pun, kita tak akan pernah mampu menghitungnya. Allah senantiasa menepati janji-Nya, Dia senantiasa mendengar doa-doa kita, Maha Tahu kebutuhan kita, lebih dari yang kita ketahui. Lantas, nikmat Tuhan yang mana lagikah yang akan aku dustakan?

Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha ilallahu Allahu akbar.

Senin, 21 Maret 2011

Nyicil Dinar Pake Dirham


Mendengar dirham telah menembus angka Rp 42.000,- seorang teman sempat terhenyak. "Hah...? Padahal kan waktu bulan kemarin masih tiga enam tiga tujuh..." sahutnya seakan tak percaya sedemikian pesat kenaikan dirham. "Jadi nyesel, dech... Kenapa nggak beli dari dulu-dulu, ya..." sesalnya.

Dalam sebuah kajian majelis taklim di masjid komplek, sempat dibahas mengenai manajemen keuangan keluarga yang disampaikan oleh seorang finansial consultant yang juga adalah seorang agen sebuah perusahaan asuransi. Pada kesempatan itu beliau menyampaikan sebuah paradigma yang selayaknya dijalankan oleh setiap kita yang ingin keuangannya berada pada kondisi sehat dan terhindar dari kebangkrutan.

Hal-hal yang sering dilakukan oleh kebanyakan orang ketika baru saja mendapatkan uang adalah:
1. Memenuhi kebutuhan konsumtif
2. Membayar hutang (jika ada)
3. Menabung (itu pun kalau masih ada sisa)

Paradigma baru yang beliau sampaikan pada waktu itu adalah dengan membalik urutan:
1. Menabung
2. Bayar Hutang
3. Belanja konsumsi

Masuk akal juga, sih... menurut analisa saya, cieee... analisa... (emang sapa yak?) Ya, kalo boleh dibilang sih, hasil olah pikir saya, dech... kira-kira begini:
1. Menyisihkan sedikit untuk ditabung (sedikit tapi konsisten, lebih baik daripada banyak tapi senantiasa berhenti dalam rencana tanpa realita).
2. Membayar hutang (wajib, kalau ada dananya. Paling tidak dicicil)
3. Belanja konsumtif (jika yang tersisa hanya sedikit, biasanya memunculkan ide-ide kreatif untuk bertindak lebih banyak dalam berikhtiar karena manusia sering nemu ilham dalam kondisi kepepet ^_^ misal, kalau duitnya lagi banyak, gengsi jualan. Kalau lihat orang dagang aja komennya.... ni orang apa... aja dijual.... Begitu tongpes, memberanikan diri untuk menjual sesuatu. Ehe...)

Nah, kaitannya sama dinar dirham... Waktu itu saya sempat tanya, "bagaimana kalau kita menabungnya dalam bentuk dirham. Menurut saya, harganya relatif terjangkau, dan nilainya yang cenderung meningkat." tapi, alih-alih mendapat respon positif, Sang Pembicara langsung menyanggah: "Kalau ibu uangnya juta-jutaan sih, silahkan saja. karena dirham kan logam mulia. Harganya saja jutaan. tapi, kalau beli barang saja masih suka hutang, jangan, lah.... Mendingan buat nutup hutang aja dulu. Menabung belakangan. Saya ini, beli mobil cash, beli rumah cash, baru mikir inves di logam mulia."

hehehe.... Hebat, ya... Seorang finansial consultant, lho.... Dalam hati, saya katakan, "Belum tahu, dia..."
Sempat terjadi sedikit perdebatan antara saya dengan beliau, mengenai sinkronisasi paradigma yang beliau sampaikan dengan komentarnya terhadap apa yang saya tanyakan. Saya berasumsi, bahwa beliau hanya menganggap orang yang pantas menabung adalah orang yang sudah cukup kebutuhan finansialnya. Lho...? Lha barusan bilang, katanya menabung itu nomer satu kalo nggak pengen bangkrut... Kok? Lantas beliau berdalih, 'ya bentuk nabungnya itu berupa asuransi kesehatan, asuransi jiwa, pendidikan, bla..bla..bla.. Setelah tercukupi semuanya, baru ke logam mulia.' begitu, nasehatnya.... Yah... boro-boro, buk.... buat asuransi kesehatan aja ngos-ngosan, mana nggak semua penyakit dicover, mana itung jiwa banyak jumlahnya, kapan bisa nabung kalau ngikutin ginian, mah? hehe... tapi maklum, sih... namanya juga agen asuransi. Bisa dipahamilah...

Namun, saat itu juga saya merasa bahwa inilah saatnya saya mencoba membuka wacana masyarakat, bahwa dirham itu bukan barang mahal... Yang mahal itu dinar. Tapi bukan berarti tidak bisa dibeli. Memang saya akui, beli dinar aja saya belum mampu. Tapi bisa dicicil dengan dirham, sekeping demi sekeping. Setelah terkumpul 46 dirham, bisa kok ditukarkan ke 1 koin dinar. Nggak pake tambahan ongkos apapun. Itu kalau di wakala sobatku, lho... Yang penting konsisten dan rutin sebisa mungkin. Malah bu consultan agak-agak bingung. Rupanya ini hal baru buat beliau... Hehe... biarlah... Semoga sepulangnya dari kajian, beliau nyari2 info tentang dinar dirham. Siapa tahu, tabungannya dimutasikan ke dinar semua. Makin tajir, dech tuh ibuk. :) Dalam hati, saya hanya berniat, yang penting dinar dirham tersosialisasikan. Cukup. Dan paradigma kedua yang pembicara tadi sampaikan bisa terlaksana dengan lebih mudah. Menabung itu nggak usah nunggu uangnya sisa. Biasanya kalau tidak dipaksakan, tidak jadi nabung.

Lagi pula, menabung dalam bentuk rupiah, sebesar apapun janji peningkatannya kelak sekian belas tahun yang akan datang, tetap aja akan kena inflasi. 200juta dalam standar saat ini mungkin sangat besar, namun, 20 tahun lagi, apakah masih sama? Saya rasa tidak. Dulu, waktu masih kelas 1 SD, saya dikasih uang jajan sebesar Rp 25,- rasanya bisa makan macam-macam. Uang seribu hanya boleh dipegang kakak yang sudah kuliah. Sekarang? 25 tahun kemudian, anak saya yang kelas 1 SD aja kalau minta jajan dikasih Rp 1.000,- masih merengut minta nambah. Itulah kenapa, saya lebih memilih saving dalam dirham (dan mudah2an bisa dinar) yang semakin hari semakin tinggi nilainya.

Ingat kisah temen yang terkaget-kaget dengan harga dirham, saya pun makin semangat untuk menyisihkan hasil usaha ke dirham. Suatu saat, mudah-mudahan bisa membantu kebutuhan keuangan keluarga yang terasa banget, semakin hari semakin tak terkendali. Makanya, mendingan sisihkan sedikit demi sedikit dari sekarang. Karena berdasarkan informasi dari wakala Fathir, pada tahun 2002-an, saat awal mulanya dia mengenal dinar dirham, saat itu harga dirham hanya Rp 8.000,- dan sekarang 2011, hanya selisih 9 tahun sudah melonjak menjadi Rp 42.900,- Naiknya 600%. Subhanallah....

Kalau untuk keterangan kenapa begini kenapa begitunya, bisa dibaca-baca di sini.

Semoga bermanfaat....

Rasanya hasil dari sini juga harus kusulap ke dinar dirham aja, ah... Amin...

Kamis, 10 Maret 2011

Tulisan Karya Nabil

Pagi ini, selagi bebenah rumah, kutemukan secarik kertas tugas milik Nabil yang tercecer di lantai. Entah kapan dibuatnya, aku tak tahu karena memang tidak ada tanggal yang tertera di lembaran itu. Dari tema kecilnya, karya ini dibuat pada saat sharing time yang rutin diadakan oleh sekolah untuk mengasah kemampuan menulis bagi para siswanya. Inilah hasil tulisan Nabil Hukama Zulhaiba, tanpa editing:


Hari Sabtu aku main kasti aku liat temenku Fahmi kepeleset 2x lucu banget
Kalo aku ketiban 2 orang, sakit... banget
Hari Minggu aku main bola sakit banget nabrak tiang bulutangkis.


Nilai dan komentar guru:
B. Alhamdulillah ceritanya mengesankan. tolong diperhatikan tanda . dan ,

Saatnya mendokumentasikan tulisan-tulisan yang terserak, baik dalam lembaran-lembaran kertas, maupun yang terserak di kepingan-kepingan memori.

Intinya, harus memaksakan diri untuk terus menulis, menulis, dan menulis. SEMANGAT!!!

Selasa, 08 Maret 2011

Nonton Rumah tanpa Jendela

Hari Sabtu lalu, tepat tanggal 5 Maret 2011, kami sekeluarga mengagendakan weekend dengan acara nobar film 'Rumah Tanpa Jendela'. Awalnya memang termotivasi provokasinya Mbak Asma nadia dan mas Isa Alamsyah yang begitu gencar menghimbau masyarakat luas untuk menonton film ini. Karena memang berkualitas, hasilnya pun untuk kegiatan sosial 100%. MMMM.... hebat, gak tanggung-tanggung. Terobosan yang luar biasa.

Selain itu, dikatakan beliau-beliau bahwa jika kita tidak berperan aktif dalam mengapresiasi film-film berkualitas seperti ini, masa tayangnya di bioskop pun tak akan bertahan lama. Terbukti. Ketika diinfokan tayang perdana tanggal 24 Feb 2011, kami merasa ah... entar ajalah... Deket ini, tinggal ke Cibubur Junction. Begitu, pikiran ini berargumentasi. Padahal, udah diwarning sama Mbak Asma kl dalam 3 hari pertama tidak banyak yg nonton, maka hari keempatnya akan diturunkan, alias tidak diputar lagi di bioskop yang bersangkutan. Nah, pas awal Maret nyari-nyari info jadwal tayang di 21 Cibubur Junction, ternyata sudah tidak ada. Waduh....

Berhubung pengen banget nonton film yang katanya sangat edukatif untuk anak-anak, plus jarang-jarang ada film beginian, saya pun mencari info lagi, kemana nih bioskop terdekat yang masih nayangin. Alhamdulillah, Mbak Asma ngasih kabar, kalau di 21 Pondokgede masih tayang. Yes, kita jalan-jalan, anak-anak..... Akhirnya serombongan anak beranak pun berbondong-bondong naik taxi ke Mall Pondokgede.

Karena jadwal tayangnya jam 11.45, maka jam 09.30 kami mulai memesan taxi. Bukannya pengen jalan-jalan atau belanja dulu, macetnya itu yang bikin ketar-ketir. Mitos Pondokgede biang macet memang bukan sekedar mitos, tapi memang begitulah adanya. Tapi alhamdulillah, pagi itu perjalanan tidak begitu banyak kendala. Sebenarnya sih.... gak gitu ngerti juga, sih... Habis, baru jalan beberapa saat, saya udah ketiduran. Pas terbangun sejenak, tengok kursi depan, eh.... ternyata Abah sama Difa juga lagi nikmat banget terayun-ayun dibuai mimpi. Sementara Nabil, Adila dan faqih yang berhimpit-himpitan di jok belakang pun tak jauh beda keadaannya. Tidooorrr..... Singkat cerita, sampailah kami di Mall Pondokgede yang sudah ramai pengunjung. Segera meluncur ke 21, pesan tiket, tak lama kemudian, pintu teather 3 dibuka, daaaannn.... masuk, deh, kita..... Nonton.

Dalam suasana bioskop yang gelap dan penonton yang mulai larut dalam kisah yang terpampang dilayar, awalnya terasa biasa-biasa saja. Film ini terasa datar di permulaan. Tak ada konflik, dan ya.... datar aja, gitu ceritanya.

Tapi, begitu mulai masuk ke pertengahan cerita, mulai terasa, dech suasana-suasana yang cukup dramatis. Dari tokoh Bapak yang diperankan oleh Rafi Ahmad yang mengusir tokoh Budhe (Yuni Shara) karena nggak sudi menerima bantuan dari hasil yang dikatakan haram, karena si Budhe adalah seorang wanita simpanan, dan bagaimana seorang Budhe berusaha menyampaikan rasa keberbaktiannya sebagai seorang anak dan seorang Budhe kepada keponakan yang sangat ia sayangi. Inti ceritanya padahal bukan di situ, tapi konflik yang bikin cerita ini hidup justru dimulainya dari sini. Paling tidak, menurut saya, sih....

Semakin lama, cerita pun mulai memanas dan hingga akhir kisah, bener-bener penuh pesan dan intrik yang cukup menguras rasa dan air mata. Dalam gelapnya suasana, saya sempat melirik ke Nabil yang terdengar cukup keras menahan isaknya, namun airmatanya betul-betul tak terbendung. Diam-diam, saya selipkan tisu ke tangannya yang disambutnya dengan senyum malu. Oow.... ketahuan nangis... Tapi, tak lama kemudian Nabil langsung ketawa kecil sambil menunjuk saya, "Hhehehe... Umi nangis juga, ya...." Yah.... ketahuan, dech.... Akhirnya kamipun terkikik-kikik menahan tawa disela derai airmata.

Selesainya tayangan, ketika lampu kembali dinyalakan, ternyata hampir semua penonton terlihat sembab. Bahkan, kata suami saya, dia sempat melihat seorang bapak yang masih sibuk menyapu wajahnya dengan sapu tangan berulang-ulang. Mmmmm.... Mantab... Begitu menghipnonya film ini, hingga mampu menyihir kami dalam suasana yang mengharu biru. Jujur, saya sendiri sampe nyesek, lho.... ^_^

Seusai menonton film, saya sempat ngobrol sama anak-anak yang sudah SD, yaitu nabil (kelas 3) dan Adila (kelas 1). Berulang-ulang Nabil bilang, "Kasihan banget, ya, Mi." Saya katakan, "Jangan hanya berhenti dengan rasa kasihan dan tangisan saja, tapi kita harus bisa mengambil pelajaran dari cerita tadi, ya..." nabil pun mengangguk dan langsung ngacir.

Sementara Adila, tiba-tiba memeluk saya dan berkata dengan agak terbata, "Mi, maafin aku, ya. Aku jarang do'ain Umi. Mulai sekarang, kalo habis shalat, aku mau berdoa buat Umi." Sambil saling berpelukan, saya jawab, "Terima kasih, sholehah.... Umi sayang Adila..."

Mmmmmhh.... Subhanallah.... Benar kata Mbak Asma. Cerita memiliki kekuatan yang cukup kuat untuk membentuk pemahaman dan sikap bagi anak-anak. Buat orang dewasa juga, sih.... Tapi, bagaimana bangsa ini akan memiliki pemahaman yang baik, kepekaan sosial yang kuat, toleransi yang bagus, jika medianya masih didominasi dengan tayangan-tayangan yang penuh dengan aroma takhayul, mistis, dan cabul? Dan itu fakta, diantara 4 film yang ditayangkan di 21 Pondokgede saat itu, 3 film yang lain adalah film seks dan horor. Masya Allah.....

.