Jika ditelaah mengenai Sistem Perdagangan Islam, kemampuannya dalam meningkatkan ekonomi masyarakat sangat signifikan karena sistemnya yang adil berhasil meningkatkan kemampuan masyarakat terhadap potensi ekonomi mereka yang tertinggi, dengan menawarkan kemudahan yang sama pada setiap orang untuk memasuki jaringan bisnis dalam kondisi seimbang dan adil yang serupa.
Sampai abad XV, Sistem Perdagangan Islam sepenuhnya mendominasi perdagangan dunia. Namun, sejak saat itulah bangsa Eropa mulai mengambil alih kekuatan itu dengan berbagai muslihat riba hingga bertahan hingga abad ini. Seharusnya, sudah selayaknya ummat Islam berperan aktif dalam upaya mengembalikan kejayaan Sistem Perdagangan Islam dengan membangun Pasar-pasar Islam terbuka demi kesejahteraan umat manusia itu sendiri.
Apakah Pasar Islam Terbuka Itu?
Pada zaman kenabian, segera setelah kedatangannya di Madinah al-Munawwarah, Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam, mendirikan dua lembaga: sebuah mesjid dan sebuah pasar. Beliau Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam, menjelaskan dengan penjelasan dan perintah yang tegas bahwa lokasi pasar merupakan tempat yang bebas dimasuki oleh semua orang, tanpa ada pembagian (seperti toko/los/kios) dan tidak terdapat pajak, retribusi atau sewa yang harus dibebankan.
Pedagang diwajibkan memahami hukum riba dan fiqih dagang
Khalifah Umar bin Khattab ra mengusir pedagang yang tidak memahami riba dan fiqih dagang dari pasar.
Pasar Itu Seperti Masjid
Rasulullah salallahu ‘alaihi wa salam, berkata: “Pasar harus mengikuti sunnah yang sama seperti masjid: siapapun yang mendapatkan tempat pertama mempunyai hak atas tempat itu sampai dia meninggalkannya dan pulang ke rumahnya atau telah selesai dalam berjualan.” (Al-Hindi, Kanz al-‘Ummal,V,488, no. 2688.
Pasar Merupakan Shadaqah, Tanpa Kepemilikan Pribadi
Ibrahim ibn al-Mundir al Hizami meriwayatkan dari Abdallah ibn Ja’far , bahwa Muhammad ibn Abdallah ibn Hasan berkata, “Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam, memberikan Muslim pasar kepada mereka sebagai hadiah.” (Ibn Shabba, K. Tarikh al-Madinah al-Munawwarah, 304)
Tidak Dikenakan Sewa
Ibn Zabala meriwayatkan bahwa Khalid ibn Ilyas al-‘Adawi berkata, “Surat Umar ibn Abd al-Azis dibacakan kepada kami di Madinah, dikatakan bahwa pasar merupakan shadaqah dan tidak ada sewa (kira’) yang harus dibebankan pada siapapun atas pasar.”
(As-Samhudi, Wafa al-Wafa, 749)
Tanpa Pungutan Pajak
Ibrahim ibn al-Mundhir meriwayatkan dari Ishaq ibn Ja’far ibn Muhammad, dari Abdallah ibn Ja’far ibn al-Miswar, dari Shuryh ibn Adallah ibn Abi Namir, bahwa Ata’ ibn Yasar berkata, “Ketika Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam, ingin menyiapkan pasar di Madinah, beliau pergi ke pasar Bani Qaynuqa’ lalu datang ke pasar Madinah, menjejakkan kakinya ke tanah dan berkata, ‘Ini adalah pasarmu, jangan biarkan pasar ini dikurangi dan jangan biarkan ada pungutan pajak ’” (Ibn Shabba, K. Tarikh al-Madinah al-Munawwarah, 304)
Tidak Diperkenankan Memesan Tempat Dagang
Ibn Zabala meriwayatkan dari Hatim ibn Isma’il bahwa Habib berkata bahwa Umar ibn al-Khattab (saat) melewati Gerbang Ma’mar di pasar dan (melihat bahwa) sebuah kendi telah diletakkan di depan gerbang maka beliau memerintahkan untuk menyingkirkan kendi…Umar melarang untuk meletakkan tanda apapun di sebuah tempat atau meletakkan tuntutan atasnya [dalam cara apapun]. (As-Samhudi, Wafa al-Wafa, 749)
Toko di Dalam Pasar Tidak Diperkenankan
Ibn Shabba meriwayatkan dari Salih ibn Kaysan …bahwa…Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam, … berkata: ‘Ini adalah pasarmu. Jangan membangun apapun dengan batu [di atasnya], dan jangan membiarkan ada pungutan pajak.” (As-Samhudi, Wafa al-Wafa, 747-8)
Abu Ar-Rijal meriwayatkan dari Isra’il, dari Ziyad ibn Fayyad, salah satu dari Shaykh Madinah bahwa Umar ibn al Khattab, radiyallahu ‘anhu, melihat sebuah toko (dukkan) yang baru diletakkan di pasar oleh seseorang dan beliau menghancurkannya. (Ibn Shabba, K. Tarikh al-Madinah al-Munawwarah, 750)
Adanya Muhtasib
Muhtasib bertugas mengawasi pasar agar tidak terjadi kegiatan muamalah yang melanggar syar’i seperti berdusta dan sumpah palsu dalam menawarkan dagangan, barang-barang haram, penipuan, penimbunan barang, manipulasi harga dan lain-lain.
Khalifah Umar bin Khattab ra berkeliling sendiri di pasar-pasar untuk mengawasi transaksi di dalamnya.
Beliau membawa tongkatnya untuk meluruskan penyimpangan dan menghukum orang yang menyimpang (Ibnu Sa’ad, ath-Thabaqat al-Kubra 5/43-44).
Dan Beliau juga menunjuk para pegawai untuk mengawasi pasar (Ibnu Abdul Barr, al-Isti’ab 4/341)
Dalam Pasar Islam Terbuka yang asli tidak ada tempat yang dimiliki secara pribadi atau dipesan, tidak ada biaya sewa, dan semua tempat dapat diperoleh secara sama oleh setiap pedagang, baik yang ahli ataupun tidak. Ciri Pasar Islam yang paling terkenal adalah karavannya, sedang karavan tidak akan ada tanpa tempat untuk berdagang. Pasar adalah permata untuk setiap kota Islam.
Hal-hal seperti di atas sangat memungkinkan karena seorang khalifah memiliki peran sentral dan tegas dalam menentukan kebijakan. Setelah raibnya kekhalifahan, tata cara waqaf dari pasar hancur dan harta milik
dijual. Walaupun harta waqaf tidak dapat dijual, tetapi sudah menjadi kebijakan dari penguasa kolonial untuk menghancurkan waqaf secara sistematis. Hasilnya adalah akhir dari Pasar Islam, lumpuhnya perdagangan dan secara alami merupakan akhir dari karavan.
Tanpa Pasar Islam, dunia Muslim harus bersandar pada ide-ide kapitalisme untuk pembangunan, yang sama sekali asing dengan Hukum Islam dan kebiasaan-kebiasaannya. Tanpa Pasar Islam, para pedagang terpaksa harus membayar sewa untuk toko-toko kecil yang tersebar di sekitar kota, dan banyak yang terpaksa untuk berdagang di jalanan. Situasi ini menciptakan konsekuensi yang tidak diinginkan: meningkatnya sektor yang tidak efisien dari pedagang eceran kecil di jalanan dan toko-toko kecil, dan kemunculan yang cepat dari pusat perdagangan dan supermarket yang efisien tapi bersifat monopoli, yang dengan cepat mengubah masyarakat yang semula dinamis dan bebas menjadi pegawai pencari nafkah.
Tanpa Pasar Islam kemakmuran Umat tak akan pernah dicapai, kecuali hanya segelintir kalangan tertentu saja. Pasar Islam haruslah kembali sebagaimana suri tauladan awalnya di Madinah al-Munawarah. Semoga segera terwujud...
Sumber 1: http://muamalat.wordpress.com/2007/06/18/pasar-islam-terbuka-2/
Sumber 2: http://www.zahrah-eshop.com/index.php?main_page=more_news&news_id=39
Dikutip dari http://tokodinardirham.wordpress.com dengan beberapa editing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar