Yang terbaru dariku
Tapi, Tuhannya Bu Guru Pasti Tahu
Pagi ini, sejak terdengar suaranya beberapa saat setelah bangun, nabil seperti kesulitan mengeluarkan suara. Bahkan yang terdengar hanya ‘grong...grong...grong...’ batuk tapi seperti ada sesuatu yang lengket di tenggorokan. Sambil mengeluh sakit, dengan malas-malasan nabil berwudlu kemudian shalat Subuh. Sebelum shalat, kubuatkan Madu Zaida plus air hangat untuk membantu meredaakan keluhannya. Alhamdulillah, lumayan membantu dan suaranya mulai terdengar tidak terlalu berat.
Karena merasa sakit, Nabil minta dipamitkan ke gurunya untuk istirahat di rumah. Sambil menyiapkan perlengkapan adik-adiknya, saya biarkan Nabil agak santai dan tidak banyak ini-itu meskipun tetap harus mandi lebih pagi. Nabil minta bermain scrabble, dan saya pun mengiyakan tapi dengan catatan mainnya dengan kertas saja, tanpa komputer. (Karena adik-adiknya bisa protes, ‘Kok Mamas enak, udah nggak sekolah boleh main game!’)
Pukul 07.15, Abah, Adila, dan Faqih berangkat. Nabil masih terlihat santai. Tapi, ketika menemani saya melayani pelanggan air Primair, Nabil mengajak ngobrol ke sana kemari. Saat itu saya langsung sadar, ‘Lho, suaranya udah pulih? Mmmm... bisa sekolah, nih..,’ batin saya.
Saat saya sedang SMS seseorang, Nabil mengingatkan untuk SMS bu gurunya. Sayapun segera mengetik kalimat demi kalimat untuk bu guru. Namun, ketika sampai pada kalimat yang memuat alasan ketidakhadiran Nabil ke sekolah, saya berhenti sejenak. Kemudian, saya bertanya kepada Nabil, “Mas, alasan Mamas nggak bisa sekolah itu apa, ya?”
“Kan aku sakit, Mi.”
“Tapi, kan Mamas udah bisa ngomong. Tuh suaranya udah pulih,” sanggah saya.
“Ya bilang aja sakit kenapa, sih, Mi. Bu Guruku juga nggak tahu, kan?” bujuk Nabil.
Mendengar permintaan Nabil untuk ‘memanipulasi’ alasan, saya langsung teringat pada sebuah cerita yang baru saja saya bacakan kepada Nabil, semalam sebelum tidur, yang itu pun atas permintaan dia sendiri. Kebetulan ceritanya tentang seorang gadis, anak pedagang susu, yang disuruh ibunya untuk mencampurkan air ke dalam susu dagangannya agar mendapat uang yang lebih banyak. Si gadis menolak perintah ibunya karena perilaku tersebut dilarang oleh Khalifah Umar, pemimpin umat pada saat itu.
Sang ibu berdalih, “Umar tidak akan tahu apa yang kita lakukan ini. Kenapa kita harus mematuhi?”
Anaknya menjawab, “Meskipun Khalifah Umar tidak tahu, tapi Tuhannya Umar mengatahui apa yang kita lakukan ini, wahai Ibu.”
Ternyata percakapan mereka ini tanpa sengaja terdengar oleh Khalifah Umar yang sedang melintasi rumah mereka. Pendek cerita, akhirnya si gadis dijadikan menantu Sang Khalifah karena kesalehahannya.
Sayapun menduplikasi jawaban gadis salehah tadi untuk menjawab statement Nabil tentang ketidaktahuan Bu Gurunya, “Tapi, Mas, meskipun bu guru nggak tahu apa yang terjadi dengan kamu, Tuhannya Bu Guru kan pasti tahu apa yang terjadi sama kamu. Hayo, gimana, dong? Ummi nggak mau nih, kalau disuruh bohong sama Bu Guru.”
Tanpa terlihat keberatan ataupun terpaksa, akhirnya Nabil memutuskan, “Ya udah, deh, aku sekolah aja. Tapi bawain aku minum madu, ya, Mi. Biar kalo aku sakit tenggorokan lagi, aku bisa minum madu kapan aja,” pintanya sambil bergegas menyiapkan peralatan sekolahnya karena jam sudah menunjuk pukul 07.25.
Dengan mantab kujawab, “Oke, Bos!!”
Alhamdulillah..... ternyata membacakan cerita-cerita shahabat bisa menginspirasi kita untuk menemukan problem solving dalam keluarga.
Just info: cerita yang kubacakan itu terdapat di dalam buku ’50 Cerita Islami Terbaik untuk Anak’ karya Muhamad Yasir, Lc terbitan Kautsar for Kids.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar